,ingin memaparkan sejenak fakta dari sejarah rivalitas dua klub sepakbola tanah air yang selalu menjadi berita hangat dan trendsetter berita berbagai media cetak ataupun online dari jaman tempo doeloe sampai sekarang,yaitu rivalitas Persib Bandung dengan Persija Jakarta.
Kejadian yang selalu berulang,seperti pertandingan Persib Vs Persija sabtu lusa yang batal dan ditunda,sepertinya tidak pernah sepi dari pembicaraan,baik kontra maupun simpati,setiap akan ada pertandingan sepakbola yang mempertemukan kedua tim ini selalu membuka emosi dan gengsi dari masing-masing klub atau pun masyarakat pecinta sepakbola di seluruh tanah air.Berbagai istilah sebutan untuk mengapresiasi rivalitas Persib dengan persija,seperti El Clasico ataupun dengan sebutan super Big Match.
Bermaksud untuk memberi pencerahan dan memaparkan fakta dari sejarah rivalitas maung bandung dengan macan kemayoran ,yang mungkin dari sebagian bobotoh ataupun the jackmania bahkan siapa pun yang sedikit banyaknya memperhatikan rivalitas kedua tim ini,tim dari Berita Persib Bandung Terkini mencoba akan memaparkan fakta sejarah rivalitas Persib Bandung dengan Persija Jakarta di Blog Ekslusif ini.
Rivalitas Bandung vs Jakarta ( tempo doeloe )
Bandung dan Jakarta adalah poros penting dalam sejarah perkembangan sepakbola di Indonesia. Sejak sepakbola masuk ke Hindia Belanda pada akhir abad 19, Bandung dan Jakarta punya peran penting dalam sejarah sepakbola negeri ini.
Persaingan dua klub dari dua kota yang berjarak 150 kilometer ini kian kental terasa bermula dari klub-klub yang dimiliki orang-orang Belanda seperti Hercules (Jakarta) dan UNI (Bandung), hingga Persija Jakarta dan Persib Bandung pasca kemerdekaan.Ini bukan soal kekerasan suporter, karena soal satu ini sebenarnya baru terjadi belakangan, baru sekitar 1 dasawarsa saja. Ada banyak kisah-kisah menarik yang mungkin mulai dilupakan orang tentang persaingan dua kota ini dalam hal soal urusan sepakbola.
Berikut kami akan kami sajikan beberapa kisah yang berlangsung di era klasik sampai era perserikatan.
Anak-anak Jakarta Berpesta di Bandung
Boleh dikata sejarah pertemuan pertama, klub Jakarta menghadapi klub Bandung terjadi 25 Desember 1902. Hal ini diceritakan Wim L.Kuik dalam Majalah bulanan berjudul Houstrica milik Klub UNI dalam salah satu edisinya di tahun 1958. Kala itu, Wik bercerita Bataviase Voetbal Club (BVC Batavia) diundang Bandoeng Voetbal Club (BVC Bandoeng) untuk bertanding dalam laga ujicoba yang digelar di Lapang Pieters Park (Balai Kota Bandung sekarang).
BVC Batavia kala itu adalah satu-satunya tim yang paling kuat di Pulau Jawa, tak ayal animo penonton yang hadir pun semuanya memenuhi pinggir lapangan. BVC Batavia yang dipimpin Eduard Gobee berhasil menggunduli para pemain BVC Bandoeng yang didominasi pemain amatir dengan 5 gol tanpa balas. Penasaran, BVC Bandoeng kembali mengajukan tanding ulang. Kali ini giliran mereka yang bertandang ke Batavia. Wik yang kala itu berposisi sebagai kiper harus rela gawangnya kebobolan 12 gol. skor akhir 12-0 kemenangan untuk Batavia.
Kendati demikian, Bandoeng mencoba memberi atraksi tersendiri. Untuk mengalihkan perhatian atas kekalahan yang memalukan itu, sang Kiper Wim kerap tertawa dan berteriak-teriak. Seorang wartawan olahraga pernah menulis pertandingan itu sebagai berikut: Keeper Bandung sangat berhasil mempertontonkan parodi dalam cara mempertahankan gawang. Meski dibobol beberapa kali oleh lawan, dia selalu berteriak dan menasehati kawannya jangan putus asa, jangan putus asa!
Lahirnya Istilah Tendangan “Jeger”
Haryadi Suadi dalam sebuah artikel di Pikiran Rakyat edisi 19 Maret 2003 dengan judul “UNI dan Se-Abad Sepakbola di Kota Bandung” menceritakan upacara pembukaan lapangan milik klub UNI bernama Nieuw Houstrust di Jalan Karapitan 25 April 1925, UNI sengaja mengundang kesebelasan paling top di masa itu yaitu “Hercules” dari Batavia. Hercules kala itu dikapteni oleh Max De Fries Poltynski.
UNI dan Hercules adalah klub besar di zamannya. Hercules merajai Batavia dan UNI menguasai Bandung. Laga itu amat berlangsung sengit beruntung kendati UNI akhirnya mampu menunjukan kedigdayaanya. Hercules pun dipaksa pulang menanggung malu kalah tipis 1-0. Satu-satunya gol tunggal dicetak oleh George De Jager lewat sepakan keras dari luar kotak penalti.
Gol ini sendiri menjadi sebuah gol legenda, sepakan keras nan rendah itu sampai menembus jaring gawang dan meninggalkan bekas di papan putih yang terletak di belakang gawang.
Usai pertandingan, bekas tendangannya itu kemudian diabadikan dengan cat hitam. Pada dinding putih dibangun sebuah monumen untuk mengenang tendangan Jager itu. Monumen itu terus terpajang sebelum Lapangan UNI digusur oleh Pemerintah Kota Bandung. Konon katanya, monumen itu kini berada di rumah Nugraha Besoes [salah seorang petinggi dan pengurus UNI].
Istilah tendangan jeger yang belakangan dipopulerkan oleh stasiun televisi yang menayangkan ISL untuk menggambarkan kedasyatan pemain dalam melakukan shooting mungkin terinspirasi dari kejadian ini, tepatnya di ambil dari nama de Jager. Ya, istilah “jeger” dalam istilah sepakbola bahasa Sunda adalah hal yang sudah tak aneh lagi.
Laga perdana Persib vs VIJ di Tegal Lega
Sampai saat ini, dari data yang kami dapat, boleh dikata pertandingan pertama yang mempertemukan antara Persib melawan VIJ (cikal bakal Persija) terjadi tanggal 10 September 1933. Saat itu, antara 9-10 September 1933, diadakan turnamen untuk mengadakan pembukaan Sportpark Tegal Lega Bandung.
Pembukaan ini, selain dihadiri oleh priyayi-priyayi, juga dikunjungi oleh Burgemeester Bandung (Walikota) dan beberapa ambtenar Eropa. Pembukaan Sportpark Tegallega Bandung itu dimeriahkan turnamen sepak bola antarkota (Interstedelijke Voetbal Wedstrijden) yang diikuti oleh VIJ, Mosvia, dan tuan rumah Persib. Di laga perdana Mosvia berhasil mengalahkan VIJ 3-0, di laga kedua gantian Persib yang menekuk VIJ 2-1.
Di Penutupan turnamen, ketua panitia yaitu Tuan Atmadinata menyerahkan 11 medali emas dan 1 vaandel-medaille untuk Mosvia, 1 Sipatahoenan-beker untuk Persib, dan 1 Toko Intan-Bidoeri-beker untuk VIJ. Beberapa bulan kemudian, tepatnya bulan Desember giliran Persib yang diundang VIJ ke Batavia. Ini adalah laga kandang VIJ pertama dalam menghadapi Persib. Dalam laga yang berlangsung di lapangan Trivelli (Sekarang tanah abang 2), anak-anak Bandung ditekuk anak-anak betawi 4 gol tanpa balas.
Persahabatan Thamrin dan Otista
Politik dan sepakbola bagi Persib dan VIJ (cikal bakal Persija) tak bisa dipisahkan. Dulu di tahun 30an, kedua klub memiliki pendukung yang sama-sama duduk sebagai anggota Volksraad [DPR-nya pemerintah Kolonial kala itu]. VIJ memiliki MH Thamrin dan Persib memiliki Otto Iskandar Dinata. Thamrin misalnya, dia tak hanya menonton pertandingan VIJ saja, tapi ia pun juga ikut dalam manajemen tim termasuk dalam soal menyediakan lapangan. Disebut-sebut, Thamrin merogoh koceknya sendiri untuk membantu penyediaan lapangan bagi VIJ di daerah Petojo pada 1936.
Di tatar Parahyangan, hadir Otto Iskandar Dinata. Sosok yang dijuluki Si Jalak Harupat ini amat sangat peduli dengan Persib Bandung (berbeda dengan Persija yang bertahun-tahun lamanya masih menggunakan nama VIJ, sejak berdiri Persib sudah menggunakan nama Persib). Dia selalu terlibat dalam setiap acara yang melibatkan Persib, termasuk menjadi salah seorang offisial tim saat Persib untuk pertama kalinya menjadi juara Kejurnas PSSI pada 1937 di Solo. Surat kabar berbahasa Sunda yang dipimpinnya, Sipatahoenan, tak ubahnya seperti Pikiran Rakyat di masa pasca kemerdekaan: menjadi corong utama pemberitaan Persib Bandung.
Kecintaan dan kegemaran Thamrin dan Otto akan sepakbola sudah termasyhur di masa itu. Sampai-sampai, pada 16 Mei 1932, digelar pertandingan persahabatan dengan Thamrin dan Otto berada di dua kubu yang berseberangan. Kedua tim diperkuat tokoh-tokoh ternama saat itu, dari wartawan, pegawai pemerintah sampai para advokat. Pertandingan yang hanya berlangsung selama 1 babak itu berakhir 0-0. [Baca artikel Voetbal, Volksraad, dan Hari Sepakbola Hindia Belanda].
Tio Him Tjiang, Legenda Persib dan Persija
Tak semua pendukung Persib maupun Persija kenal dengan nama Tio Him Tjiang. Namanya jadi legenda di Persija, karena ia memang merupakan didikan asli UMS. 1 gelar juara nasional berhasil ia berikan untuk Persija di tahun 1954. 8 tahun ia habiskan masa hidupnya untuk membela Persija 1953-1961, sebelum akhirnya bergabung dengan Persib dan memilih pensiun.
Kendati hanya 1 tahun di Persib, Him Tjiang pun menjadi legenda di kalangan bobotoh. Dia adalah pemain inti yang mampu membuat Persib menjadi juara tahun 1961. Ia bagian dari starting eleven bersama Omo, Wowo, Rukma, Hengki dan Pietje Timisela, Fatah Hidayat. Mereka inilah yang di laga penentuan berhasil mengalahkan Persija dengan skor 3-1. Him Tjiang ikut andil membantu Persib mengalahkan tim yang membesarkannya. Bagi Persib, itu jadi gelar juara yang pertama setelah sebelumnya menjadi juara di tahun 1936.
Him Tjiang sendiri saat memperkuat Persija adalah momok yang menakutkan. Orang pasti ingat akan kisahnya saat membela Persija yang membuat ambisi Persib untuk menjadi kampiun di tahun 1957 menjadi sirna. Di laga penentuan, Persib harus bisa menekuk Persija agar asa untuk menyalip PSM Makassar yang berada di puncak klasemen bisa terlaksana.
Saat melawan Persija, Persib memang tampil superior, di babak pertama mereka mampu unggul 3 gol tanpa balas. Namun apa daya, Him Tjiang yang kala itu masih memperkuat Persija tampil kesetanan. Di babak II, dia dipindah oleh pelatih dari posisi bek kiri ke centre-forward [penyerang tengah]. Alhasil ia mampu menciptakan hattrick sehingga skor imbang tercipta dan anak-anak Bandung kembali pulang dengan tangan hampa karena gelar juara jatuh ke tangan Ramang, dkk.
Laga Puncak Selalu Dimenangi Persib
Dalam sejarahnya, sejak kompetisi sepakbola nasional kembali digulirkan kembali di tahun 1951, Persib dan Persija sudah bertemu 51 kali. 21 Kali kemenangan untuk Persija, 16 untuk Persib dan 21 sisanya berujung seri. Di era perserikatan, kedua tim amat jarang bertemu di partai final ataupun semifinal.
Dari data yang kami dapat perseteruan di laga puncak hanya terjadi tiga kali. Yang pertama terjadi di Kejuaraan Nasional tahun 1961 yang digelar di Semarang. Kendati penentuan juara menggunakan sistem paruh kompetisi dengan penghitungan siapa mendapat poin terbanyak, toh di musim itu penentuan gelar juara ditentukan di laga terakhir antara Persib dan Persija.
Hanya kemenangan yang bisa mengantarkan Persib menjuarai Kejurnas PSSI 1961. Sehari sebelumnya, PSM Ujungpandang sukses mengalahkan PSMS Medan dengan skor 3-2. Kemenangan itu membuat PSM mengambilallih puncak klasemen dengan nilai 10. Sementara Persib saat itu baru mendapatkan poin 9, disusul Persija dengan 8 poin. Sementara jika Persija yang memenangkan pertandingan, maka Persija yang akan juara karena selisih golnya lebih baik dari PSM.
Di laga ini, Persib menekuk Persija dengan skor 3-1. Performa ciamik Soetjipto Soentoro allias Si Gareng tak mampu mengalahkan para senior-seniornya di timnas yang memperkuat Persib.
Pertandingan kedua di laga puncak terjadi di tahun 1964/1965 tepatnya perebutan tempat ketiga. Kala itu Persib yang menurunkan Rukma, Emen Suwarna, Soenarto dll mampu menekuk Persija yang dimotori kiper Judo Hadianto, Dirhamsyah, Jamhru dengan skor tipis 2-1. Sejak saat itu kedua klub jarang bermain di laga penentuan yang harus mengalahkan satu sama lain. 30 tahun kemudian, di musim terakhir era Perserikatan tahun 1993/1994, kedua klub harus jumpa di babak semifinal.
Dalam laga yang digelar di Stadion Senayan itu, Persija sudah unggul di menit keempat lewat sepakan keras Maman Suryaman dari luar kotak pinalti yang gagal ditangkap kiper Aries Rinaldi. Di Babak II, Yusuf Bachtiar berhasil menyamakan kedudukan di menit 55. Hingga babak perpanjangan waktu, skor tetap 1-1, dan pertandingan pun dilanjut dengan adu penalti.
Pendukung Persib amat tegang setelah algojo pertama, Robby Darwis, gagal karena tendangannya diblok Kiper Persija, Zahlul Fadil. Sayangnya Persija tak bisa memanfaatkan hal ini. Hanya Patar Tambunan, Iskandar dan Rachmad Darmawan (Pelatih Timnas U-23 saat ini) yang mampu membobol gawang Persib. Dua algojo terakhir Toni Tanamal dan Maman suryaman gagal. Sementara di kubu Persib, empat algojo mereka yaitu Yudi Guntara, Asep Mulyana, Sutiono dan Yusuf Bachtiar mampu melaksanakan tugasnya dengan sempurna. Persib pun melenggang ke final menantang PSM Makassar.
Saling Balas Dendam di Piala Jusuf
Lain kompetisi lain pula turnamen. Tak terhitung berapa banyak Persib dan Persija bertemu di final ataupun semifinal. Kala itu, di Indonesia memang amat banyak digelar turnamen-turnamen bergengsi yang terkadang diikuti oleh tim-tim luar negeri. Sebut saja Marah Halim Cup (Medan), Jusuf Cup (Makassar), Siliwangi Cup (Bandung), Tugu Muda Cup (Semarang), Surya Cup (Surabaya) dan masih banyak turnamen-turnamen bergengsi lainnya.
Namun bagi kedua klub, turnamen yang amat mesti diingat tentunya adalah Jusuf Cup. Orang pasti akan ingat bagaimanan Persib dan Persija silih balas dendam mengalahkan satu sama lain di laga final 3 tahun berturut-turut. Tiga tahun? Ya benar, kedua tim bertemu di final pada turnamen tahun 1976, 1977 dan 1978.
Tahun 1976, pada Piala Jusuf IV yang digelar 1-10 Agustus 1976, kedua tim bertemu di partai final Piala Jusuf untuk pertama kalinya. Di Persib ada nama Risnandar Soendoro, Encas Tonif, Nandar Iskandar, Teten dan Max Timisela masih mengisi skuad tim. Di Persija pun serupa, masih ada nama-nama beken seperti Anjas Anjasmara, Iswadi Idris, Taufik Saleh, Andi Lala dan Dede Sulaeman. Dalam final Persib sempat unggul 2-0, hanya saja karena Pihak Persija beranggapan gol kedua yang dicetak di menit-50 berbau offside, maka Persija pun memutuskan mogok main. Macan Betawi pun diputuskan kalah WO.
Di musim berikutnya, kedua tim kembali bertemu di final, namun kali ini Persija yang menjadi juara dengan menekuk Persib 1-0. Dan lagi-lagi di tahun berikutnya, kedua tim kembali bertemu. Di laga ini Persib yang didominasi pemain-pemain muda seperti Djadjang Nurdjaman, Boyke Adam, Dedi Sutendi mampu mengalahkan dominasi pemain-pemain senior Persija. Padahal di tahun itu, Persija adalah finalis perserikatan. Persib saat itu unggul 1-0./Berita Persib Bandung Terbaru
0 komentar:
Posting Komentar