Rivalitas dua asal Inggris, Manchester
United vs Liverpool boleh jadi merupakan salah satu persaingan paling
panas di dunia sepak bola Inggris. Apapun situasinya, pertemuan di
antara mereka selalu menyajikan pertandingan dengan tensi tinggi, keras,
dan dijamin seru. Suporter kedua tim juga dikenal saling membenci satu
sama lain, suasana di dalam stadion juga selalu diramaikan dengan adu
mulut antar suporter yang diwarnai dengan caci maki yang kadang melewati
batas.
Dalam hal sejarah, kedua tim ini pun
saling berkejar-kejaran. Jangan lupakan juga fakta bahwa mereka adalah
dua klub paling berprestasi di sepak bola Inggris di mana tercatat
Manchester United telah mengoleksi 20 gelar Liga Inggris (sampai artikel
ini ditulis) dan Liverpool mengoleksi 18 gelar.
Permusuhan antar kedua klub didasari faktor yang jauh dari dunia sepakbola.
Selain persaingan yang dilandasi
prestasi, persaingan antar kedua klub ini ternyata didasari sesuatu yang
jauh dari hal sepakbola. Faktanya adalah, warga kota Manchester
dan Liverpool memang saling membenci satu sama lain di mana hal ini
diawali dari dasar ekonomi. \
Kota Manchester sejak tahun 1800 dikenal
sebagai kota perindustrian, sementara di sisi lain Liverpool dikenal
sebagai kota pelabuhan. Jarak yang dekat diantara kedua kota menjadikan
persaingan kerap terjadi di antara mereka. Sebagai kota pelabuhan,
Liverpool menjadi bagian penting dalam ekonomi Inggris, imbasnya pun
sangat terasa di kota tersebut, pada saat itu kota Liverpool jauh lebih
makmur.
Namun semua berubah sekitar tahun
1887-1894, dimana kota Mancheseter membangun sebuah kanal sepanjang 58
km yang memberikan mereka akses langsung menuju laut. Kanal tersebut
merupakan awal runtuhan kejayaan Liverpool dan menyebabkan ribuan orang
menganggur. Akibatnya munculah kebencian warga Liverpool terhadap kota
Manchester. Kebencian ini diwariskan dari ayah kepada anak-anaknya, lalu
kepada cucu-cucunya, dan seterusnya, dan tentu saja kebencian ini
merembet ke aspek penting lain dalam kehidupan masyarakat Inggris, yaitu
sepak bola.
Namun persaingan mereka dalam sepak bola
mulai benar-benar meledak pada akhir 1950an. Persaingan dimulai ketika
suatu saat sekitar bulan November 1959, Bill Shankly yang merupakan
pelatih di Huddersfield didatangi dua petinggi dari Liverpool.
“Apakah Anda berminat menjadi pelatih di klub terbaik Inggris?” tanya
salah satu dari kedua petinggi Liverpool itu.”Mengapa? Apakah Matt
Busby mengundurkan diri?” Jawab Shankly.
Apa yang dikatakan Shankly menggambarkan
bagaimana Matt Busby pelatih legendaris Manchester United sedang
merajai dunia persepakbolaan Inggris. Sedangkan Liverpool saat
itu hanya tim yang bersaing di divisi dua Liga Inggris, jauh dari gelar
“terbaik” di Inggris. Shankly sendiri sebenarnya mengagumi pemain-pemain
MU maupun klub itu, tetapi pada saat bersamaan ia mempunyai tekad
membara untuk menyingkirkan United sebagai penguasa sepakbola Inggris.
Figur
Shankly ini bisa jadi menjadi pemicu rivalitas sengit antara kedua klub
raksasa Inggris ini. Shankly yang prestasinya biasa-biasa saja sebelum
memegang Liverpool, hanya dalam waktu lima tahun membawa Liverpool dari
klub papan tengah divisi dua menjadi juara divisi satu menyingkirkan
United dan Everton yang berada dalam puncak prestasinya pada masa
tersebut.
Dua tahun
kemudian di tahun 1966 ia mengulangi prestasi itu. Tahun 1965, ia
membawa Liverpool menjuarai Piala FA untuk pertama kalinya. Sejak
pertengahan tahun 60-an, pertarungan MU melawan Liverpool menjadi salah
satu pertandingan paling sengit dan paling ditunggu oleh publik Inggris.
Seolah lepas dari konteks keseluruhan kompetisi liga, kedua klub
bagaikan memiliki tekad siapapun yang menjadi juara tidak masalah yang
terpenting adalah dapat saling mengalahkan.
Selanjutnya,
Shankly tidak lagi membawa Liverpool menjadi juara divisi satu hingga
tahun 1973. Namun dalam proses kebangkitan Liverpool ia menanamkan
kepercayaan diri yang besar bahwa Liverpool adalah tim terbesar di
Inggris. Bahwa bermain untuk Liverpool adalah sebuah kehormatan terbesar
dalam olahraga Inggris, dan walaupun Liverpool tidak meraih titel Liga
Inggris, mereka harus bisa mengalahkan siapapun tim terkuat di atas
lapangan.
Shankly dengan berani menjadikan United yang saat itu merupakan penguasa Inggris sebagai target yang harus dilewati. Sebagai
kota yang dekat dengan Liverpool dan dengan sejarah permusuhan antara
dua kota, mengalahkan Manchester United dijadikan motivasi penting bagi
pemain Liverpool.
Ketika revolusi yang diawali oleh
Shankly diteruskan oleh penerusnya, Bob Paisley, dan kemudian Joe Fagan,
Semakin membuat Liverpool bukan saja raja Inggris tetapi juga Eropa.
Nasib United justru terseok-seok bahkan sempat terdegradasi ke divisi
dua di tahun 1975.
Meskipun pada pertangahan 1970an hingga
1980 kedua kota sama-sama merasakan krisis ekonomi, Tapi penduduk
Liverpool masih bisa bergembira dengan penampilan ‘The Reds’ yang sedang
berada di puncaknya pada periode ini. Mereka berhasil menjadi
juara liga lima kali di masa ini. Sebanyak lima kali juga merebut trofi
di level Eropa. Kesuksesan mereka di Eropa masih menjadikan Liverpool
sebagai tim paling sukses di ranah Inggris Raya dalam kompetisi antar
tim terbaik Eropa. Fakta inilah yang semakin membuat Manchester United
bak kebakaran jenggot.
Meski Liverpool telah mengambil posisi
United sebagai klub paling sukses di Inggris pada era tersebut, tetapi
mereka tahu melawan United adalah persoalan berbeda, Kehancuran yang
dialami United faktanya tidak membuat pertandingan antar kedua klub
kehilangan tensi. Hal ini justru menjadikan pertemuan kedua tim semakin
panas, baik pemain maupun suporter berlomba-lomba ingin saling
mengalahkan.
Masuknya Alex Ferguson membuat perseturuan makin memanas.
Tidak ingin larut dalam kehancuran,
manajemen United akhirnya memperkenalkan pelatih anyar bagi klub yang
bermarkas di Old Traffor itu, yaitu seorang pria asal Skotlandia, Alex
Ferguson. Dalam konferensi pers pertamanya sebagai manajer United, sang
manajer langsung menabuh genderang perang dengan Liverpool.
Ferguson mengeluarkan pernyataan bahwa ia berniat mengalahkan Liverpool sebagai tim terbaik di Inggris. Sebagai
pelatih yang sebelumnya hanya melatih tim-tim Skotlandia, pernyataannya
tersebut langsung mengundang reaksi dari kubu Liverpool. Bagaimana
tidak, pelatih yang belum memiliki prestasi membesut tim besar berani
menantang kesaktian Liverpool. Alex Ferguson-pun langsung menjadi
pelatih yang sangat dibenci masyarakat Liverpool.
Ternyata ucapan dari Ferguson itu tidak
hanya bualan semata. Kenyataannya Manchester United saat ini telah
melampaui rekor gelar juara 18 kali Liga Inggris yang selama ini
dibanggakan Liverpool. Saat artikel ini ditulis, Manchester United telah
menjadi juara sebanyak 20 kali, sementara Liverpool? Mereka
terseok-seok di papan tengah Liga Inggris.
Sejak kedatangan Ferguson, United memang
berhasil kembali menjadi raja di Liga Inggris, raihan gelar juara yang
terus menerus datang ke Old Trafford sementara Liverpool justru
kesulitan untuk konsisten bersaing di papan atas. Di era yang sudah
sangat jauh dari permasalahan ekonomi antar kedua kota, pertandingan
diantara mereka masih saja panas.
Begitu banyak insiden-insiden terjadi
saat kedua klub bertemu yang semakin memanaskan mereka. Mulai dari kasus
rasialisme yang dilakukan penyerang Liverpool, Suarez kepada pemain
United, Patrice Evra, hingga perayaan-perayaan gol dan kemenangan kedua
tim yang kerap sedikit berlebihan.
Well, hal-hal kecil diatas
merupakan bumbu dalam rivalitas kedua tim yang tidak akan pudar,
Bagaimanapun keadaan tim masing-masing pertadingan yang dijuluki England
Derby ini tidak akan sarat gengsi dan selalu panas. Disaat Liverpool
mengumandangkan lagu “You’ll Never Walk Alone” yang merupakan theme song
mereka, United akan siap membalas dengan kalimat “I Rather Walk Alone”.
Disaat Liverpool membanggakan 5 piala Liga Champion milik mereka,
United siap membalas dengan 19 (maybe 20) piala Premier League.
Dan satu hal lagi yang akan selalu dibanggakan United, golden boy asal Liverpool, Michael Owen baru berhasil mengangkat trofi Premier League saat ia justru berseragam United!
0 komentar:
Posting Komentar