Batu alam atau yang lebih dikenal dengan sebutan batu akik, merupakan
salah satu potensi alam yang dimiliki nusantara ini. Tidak jarang,
pemberian nama batu akik diambil dari nama daerah di mana batu tersebut
berasal. Lantas bagaimanakah dengan Jakarta? Apakah Jakarta yang
notabene ibu kota negara juga memiliki batu akik asli?
Ya, seperti halnya daerah lain, Jakarta juga memiliki sebuah batu akik
yang keberadaannya telah ada sejak ratusan tahun lalu dan menjadi ciri
khas batu akik asal tanah Betawi. Batu akik tersebut dikenal dengan
sebutan batu wulung. Konon, menurut legendanya, batu yang pertama kali
ditemukan di daerah aliran Kali Cibeet, Bekasi, ini ditenggarai juga
memiliki kekuatan ghaib yang dapat berfungsi sebagai pelindung diri atau
memiliki khasiat kekebalan tubuh.
Ciri fisik batu wulung yang paling menonjol adalah, warnanya yang hitam
namun tidak berkilau. Bentuknya, cenderung bulat dan keras seperti
layaknya batu kali biasa. Begitupula jika dilihat secara sepintas, batu
wulung tidak memancarkan keindahan bila dibandingkan dengan batu mulia
atau batu pancawarna. Namun, di sisi lain banyak kalangan yang meyakini,
batu wulung memiliki kelebihan dalam hal kekuatan mistis.
Salah seorang kolektor benda-benda antik dan sejarah, Azis Munandar,
mengemukakan, khasiat yang terkandung dalam batu wulung tidaklah
sebanding dengan bentuknya. Meski bentuknya sederhana dan jauh dari
kesan keindahan, tapi harga batu wulung bisa mencapai ratusan juta
hingga miliaran rupiah lantaran khasiatnya.
Batu wulung, jelas Azis, telah digunakan sejak ratusan tahun silam oleh
para jagoan alias jawara Betawi sebagai jimat terutama untuk menghadapi
musuh. “Centeng atau mandor banyak yang menggunakan batu wulung karena
diyakini punya kelebihan untuk dijadikan tameng ataupun berkhasiat
sebagai anti bacok dan anti peluru orang Belanda,” ujar Azis kepada
beritajakarta.com, Senin (3/5).
Dalam penggunaannya, batu wulung selalu dibentuk atau diikatkan pada
sebuah cincin dengan menempatkan batu wulung sebagai matanya. Menurut
kebiasaan, cincin bermatakan batu wulung dikenakan pada jari manis. Tapi
tak jarang batu wulung juga dibungkus dalam sebuah kain yang kemudian
diikatkan dan dijadikan satu dengan pakaian ataupun pada sabuk yang
berfungsi sebagai jimat.
Azis menambahkan, untuk memiliki batu ini dulu para jawara atau jagoan
Betawi mendapatkan warisan dari keturunan atau melalui proses ritual
secara ghaib sehingga batu tersebut keluar dari dalam tanah.
Selain sebagai benda bertuah dan memiliki kekuatan kebal terhadap
senjata, batu wulung juga memiliki kekuatan komplek seperti memikat hati
wanita, menangkis atau menolak santet, menambah kewibawaan pemilik,
membuat pimpinan supaya lebih sayang bawahan atau sebaliknya, memudahkan
segala urusan, dan bisa juga sebagai anti cukur.
Azis menambahkan, selain batu wulung beberapa batu alam atau akik yang
menjadi bagian dari peninggalan adat Betawi adalah, batu pandan nanas,
batu pandan sutra, jenis ati ayam, dan badar asem. Beberapa jenis batu
akik tersebut, sambung Azis, memiliki kekuatan mistis yang berbeda.
Bahkan jika batu tersebut asli, harganya bisa mencapai ratusan juta
rupiah.
”Contohnya pandan sutra memiliki khasiat sebagai kharismatik dagang.
Pandan sutra dan badar asem juga banyak digunakan sebagai kewibawaan,
sementara itu ati ayam juga dapat sebagai penangkal bala dan kekebalan,”
kata pria yang bermukim di Kelapagading, Jakarta Utara ini.
Menurut Azis, penggunaan batu akik di kalangan masyarakat Betawi sudah
dilakukan sebelum zaman pendudukan Belanda menginjak kakinya di ranah
Betawi. Dulu pada umumnya, ungkap Azis, batu akik digunakan oleh
kalangan alim ulama, saudagar, pedagang, jawara, dan juga para
bangsawan. Khusus ulama, selain menggunakan batu lokal, juga menggunakan
batu Timur Tengah yakni virus Abdul Rodjak.
Jumat, 27 Februari 2015
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar